GridPop.ID - Belakangan, publik digemparkan dengan keputusan pemerintahan Brunei Darussalam yang telah memberlakukan hukum mati bagi pelaku LGBT.
Brunei Darussalam telah menerapkan hukuman mati dengan cara dirajam dimulai pada Rabu (3/4/2019) lalu.
Kendati telah memberlakukan aturan hukum yang menuai kritik dan kecaman, Sultan Hassanal Bolkiah bersikeras bahwa Brunei adalah negara yang adil dan bahagia.
"Siapa pun yang datang untuk mengunjungi negara ini akan memiliki pengalaman menyenangkan dan menikmati lingkungan yang aman dan harmonis," ujar Sultan seperi dikutip GridPop.id dari Kompas.com.
Selang sebulan dari putusannya tersebut, Sultan Brunei mengubah haluannya.
Dikutip dari Kompas.com, Senin (6/5/2019), Sultan Brunei Hassanal Bolkiah mengumumkan dia tidak akan menerapkan hukuman mati dengan dirajam bagi LGBT yang ketahuan berhubungan seks.
Dilaporkan BBC Minggu (5/5), pengumuman itu muncul setelah hukuman yang diperkenalkan menuai kecaman dunia internasional.
Salah satunya termasuk aksi boikot para selebriti.
Dilansir dari Sky News, para selebriti seperti George Clooney dan Elton John menyerukan boikot terhadap hotel yang dikelola Sultan Bolkiah.
Baca Juga : Brunei Darussalam Terapkan Hukuman Mati dengan Dirajam untuk Kaum LGBT!
Seperti Dorchester di London dan Hotel Beverly Hills di Los Angeles.
Dalam pernyataannya, Sultan Bolkiah menuturkan dia bakal memperpanjang moratorium (penundaan atau penangguhan) hukuman mati dirajam bagi pelaku LGBT, zina, serta pemerkosaan.
Meski Brunei mengizinkan hukuman mati bagi beberapa kasus seperti pembunuhan berencana dan peredaran narkoba, belum ada eksekusi yang terjadi sejak 1957.
Baca Juga : Kaum LGBT Akan Dihukum Cambuk dan Rajam Sampai Mati Di Brunei, Pezina Dilempari Batu Hingga Menemui Ajal
Sultan Bolkiah menyatakan dia memahami jika terdapat banyak pertanyaan dan mispersepsi (salah tanggap) mengenai hukum yang dinamakan Aturan Pidana Syahriah (SPCO).
"Bagaimanapun setelah mispersepsi dan pertanyaan ini bisa dijernihkan, hukum ini bisa ditegakkan dengan kuat," tegas sultan berusia 72 tahun itu.
Respon tak biasa yang diberikan Sultan Brunei semakin mengejutkan setelah pemerintahannya menyatakan terjemahan Inggris pidatonya yang merupakan sikap tidak umum.
Baca Juga : Kehormatan Gadis Pontianak Ini Direnggut Usai Diiming-imingi Pekerjaan Lewat Media Sosial
Aturan yang diterbitkan pada April lalu itu menuai kecaman dari pegiat HAM.
Antara lain Amnesty International yang menyebut hukum itu sebagai "setan".
Kemudian Human Right Watch menyatakan hukuman itu "barbar sampai ke akar-akarnya", dan mendesak supaya peraturan tersebut segera ditangguhkan.
Negara kecil di kawasan Asia Tenggara itu pertama kali memperkenalkan hukum syariah itu pada 2014 dengan tahap pertama pelaku diganjar dengan penjara dan denda.
Kemudian hukum yang diperkenalkan pada 3 April lalu berisi tahap kedua di mana pelaku bisa dirajam sampai mati, atau diamputasi bagi para pencuri. (*)