GridPop.ID - Pengawetan mayat tradisional disebut sebagai mumifikasi.
Proses mumifikasi dilakukan di Negara Peru, China, Chile, Meksiko, Semenanjung Yukatan, Irlandia, Papua Nugini serta Mesir.
Metode ini dilakukan untuk sosok yang bukan sembarangan.
Hal tersebut dilakukan untuk menghormati sosok yang telah meninggal.
Mulai dari Firaun di Mesir hingga Pendeta Budha di Jepang, mumifikasi dilakukan sebagai harapan agar sosok yang mati menjadi dewa di kehidupan selanjutnya.
Namun masing-masing peradaban memiliki cara tersendiri untuk mengawetkan jenazah.
Jika di Mesir mumi dibuat dengan memisahkan organ internal kecuali jantung, rupanya ada cara tersendiri di China yang berbeda dengan cara mumifikasi di Mesir.
Penemuan mumi ini juga membuktikan bahwa pengawetan mayat di China lebih berhasil dibandingkan di Mesir.
Meski wajahnya tampak bengkak dan cacat, kulitnya masih lunak untuk disentuh, tidak ada tanda-tanda rigor mortis (kaku mayat) yang tampak.
Lengan dan kakinya juga masih bisa bengkok. Bahkan, organ internalnya masih utuh dan masih ada darah di pembuluh darahnya.
Mumi lainnya cenderung hancur pada gerakan sekecil apa pun. Tidak dengan mumi ini.
Kematiannya sudah lebih dari 2000 tahun yang lalu tetapi dokter masih dapat mengautopsi jenazahnya.
Ia meninggal karena serangan jantung akibat pola makannya.
Menikah dengan aristokrat terkemuka pada zaman Dinasti Han, sosok ini dapat hidup makmur dan memanjakan diri dalam setiap kenikmatan kuliner, seperti sup kalajengking.
Hal tersebut membawanya pada kondisi obesitas yang diperparah dengan ketidakaktifan fisiknya sehingga menyebabkan munculnya berbagai komplikasi seperti trombosis koroner dan arterioklorosis.
Hasil autopsi jenazahnya memperlihatkan bahwa penderita pertama penyakit jantung ini memiliki fusi di tulang belakangnya yang akan menyebabkan sakit punggung yang parah dan kesulitan berjalan.
Makamnya memiliki artefak berupa ukiran yang menggambarkan dia bersandar pada tongkat, sehingga mendukung bahwa dirinya kesulitan berjalan.
Arteri tersumbat, osteoporosis, penyakit jantung yang serius, dan batu empedu adalah penyakit yang dialami oleh sosok ini.
Ironi yang muncul di sini adalah sosok ini hidup di China dan di makamnya berisi sejumlah besar berbagai informasi berbentuk buku dan artefak tentang kesehatan, kesejahteraan dan umur panjang.
Selain itu, dalam makamnya dia terbungkus dalam dua puluh lapisan sutra dan dibaringkan dalam serangkaian empat peti mati berlapis-lapis dengan ukuran yang semakin kecil.
Merkuri ditemukan sebagai agen antibakteri, sedangkan tubuhnya terendam dalam cairan yang bersifat sedikit masam berfungsi sama dengan merkuri.
Cairan tersebut juga merupakan pengawet bagi jenazahnya.
Sosok itu, Ladi Dai, ditemukan pada tahun 1971 di sebuah situs arkeologi bernama Mawangdui, berdekatan dengan kota Changsha.
Untuk menahan udara dan air, makamnya penuh dengan arang dan bagian atasnya disegel dengan beberapa kaki tanah liat.
Ruang kedap udara ini berfungsi membunuh bakteri yang mungkin ada di dalam dan membantu melestarikan tubuhnya.
(*)