Find Us On Social Media :

Pengesahan UU Cipta Kerja Tuai Pro dan Kontra, Ternyata Ini Plus Minus dari Omnibus Law

By None, Rabu, 7 Oktober 2020 | 11:05 WIB

Demo buruh terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja Omnibus Law

GridPop.ID - Ketok palu! Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR RI di rapat paripurna, Senin (5/10) kemarin.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu setelah mendapatkan persetujuan dari peserta rapat.

Baca Juga: Tulis Surat Terbuka untuk Buruh yang Gelar Aksi Mogok Kerja Nasional, Menaker: Saya Antusias Menunggu Kehadiran Teman-teman di Meja Dialog Bukan di Jalanan

Diketahui, ada 7 fraksi partai yang duduk di kursi wakil rakyat menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja atau yang biasa disebut omnibus law itu.

Sedangkan dua fraksi yang menolak pengesahatan tersebut, yakni Partai Demokrat dan PKS.

Diberitakan Kompas.com, pengesahan UU Cipta Kerja ini juga diwarnai dengan sejumlah aksi demonstrasi.

Baca Juga: Tak Perlu Cemas Kalau Belum Dapat, Lakukan Langkah Ini untuk Persiapan Pencairan Bantuan Subsidi Gaji Rp 600 Ribu Tahap 3 Mendatang!

Sebab, UU tersebut dinilai merugikan bagi kalangan buruh dan pekerja. Berikut ini sejumlah poin minus dan plus dari UU Cipta Kerja:

Minus

Sejak RUU Cipta Kerja dibahas oleh pemerintah dan DPR, sejumlah kalangan telah bersuara menyatakan penolakan.

Kompas.com pada Minggu (4/10/2020) memberitakan, bahkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beserta 32 federasi serikat buruh lainnya berencana melakukan aksi mogok nasional pada tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020.

Mereka menilai ada beragam poin yang merugikan pekerja di dalam UU Cipta Kerja.

Di antaranya adalah penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK), diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Penggantian ini dinilai akan upah pekerja lebih rendah.

Baca Juga: Ngakunya Subur dan Bisa Buahi sang Istri, Raffi Ahmad Ungkap Penyebab Nagita Slavina Belum Hamil Lagi, Eko Patrio Sampai Kaget: Nggak Pernah Lu Sentuh Dong?

Kemudian, dalam draf omnibus law Bab IV tentang Ketenagakerjaan Pasal 78 disebutkan bahwa waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu.

Ketentuan tersebut lebih lama dibandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang menyebut kerja lembur dalam sehari maksimal tiga jam dan 14 jam dalam satu minggu.

Hal lain yang dipermasalahkan adalah salah satu poin pada Pasal 61 yang mengatur waktu berakhirnya perjanjian kerja.

Baca Juga: Sinetronnya Baru Tayang 2 Bulan Langsung 'Dibungkus', Aktor Tampan Ini Sampaikan Salam Perpisahan hingga Ungkap Isi Hatinya: Sudah Saya Usahakan Sebaik-baiknya

Jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha, sehingga berpotensi membuat status kontrak pekerja abadi, bahkan pengusaha dinilai dapat mem-PHK pekerja sewaktu-waktu.

Permasalahan cuti yang tertera pada Pasal 79 ayat 2 poin b juga dianggap bermasalah.

Sebab tertulis, waktu istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Selain itu dalam ayat 5, RUU juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

Cuti panjang akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 42 dalam RUU ini juga dianggap bermasalah.

Baca Juga: Bandnya Dijuluki 'Band Berdasi', Gitaris Montecristo Banting Setir Jadi Pengusaha karena Sepi Job Selama Pandemi, Rustam Effendy: Covid-19 Dampaknya Gila-gilaan!

Ini karena melalui pasal tersebut, dianggap akan memudahkan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) untuk direkrut.

Pasal tersebut mengamandemenkan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang mewajibkan TKA mendapat izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Ini berbeda jika mengacu pada Perpres Nomor 20 Tahun 2018 di mana TKA harus mengantongi beberapa perizinan, seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Visa Tinggal Terbatas (VITAS), dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Dengan demikian, saat UU Cipta Kerja disahkan, perusahaan yang menjadi sponsor TKA hanya membutuhkan RPTKA.

Baca Juga: 3 Hari Jalani Perawatan Tak Kunjung Membaik, Presiden Donald Trump Terekam Kesulitan Bernapas di Gedung Putih, Ahli Sebut Jauh dari Kata Sehat

Plus

Sementara itu, ada sejumlah poin plus, menurut pemerintah, yang didapatkan dengan disahkannya UU Cipta Kerja.

Dilansir Kompas.com, Senin (5/10/2020), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menilai UU Cipta Kerja dapat mendorong debirokratisasi sehingga pelayanan pemerintah akan lebih efisien, mudah dan pasti karena ada penerapan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria), serta penggunaan sistem elektronik.

Selain itu, dalam UU Cipta Kerja terdapat dukungan bagi UMKM lewat kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS.

Selain itu, diatur kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan kemudahan dalam mendirikan Perusahaan Terbuka (PT) Perseorangan.

“Kemudahan ini dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,” kata Airlangga.

Bagi koperasi juga disebutnya akan mudah dalam pendiriannya dengan menetapkan minimal sembilan orang anggota.

Baca Juga: Rachel Maryam Sengaja Dibuat 'Tidak Sadar' Pasca Melahirkan, Ussy Sulistiawaty Donor ASI untuk Buah Hati Rekan Artisnya

Selain itu, sertifikasi halal dilakukan percepatan dan kepastian proses, serta memperluas lembaga pemeriksa halal menjadi dapat dilakukan ormas Islam ataupun perguruan tinggi negeri.

Masyarakat juga disebut dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas ketelanjutan lahan dalam kawasan hutan, di mana lahan yang berada di kawasan konservasi, hasil kebun dapat dimanfaatkan masyarakat dengan pengawasan pemerintah.

Bagi nelayan, diatur penyederhanaan perizinan berusaha, untuk kapal perikanan dengan dilakukan melalui satu pintu di KKP, Kemenhub akan memberikan dukungan melalui standar keselamatan.

"Pemerintah juga mengejar percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah yang akan dilakukan oleh bank tanah,” ujar Airlangga.

Menurut dia, UU Cipta Kerja juga memberikan kepastian pemberian pesangon dengan menerapkan program Jaminan Pekerjaan (JKP) yang tidak mengurangi manfaat JKK, JKM, JHT, dan JP, serta tidak membebani iuran pekerja atau pengusaha.

Baca Juga: Ngaku Tokcer Tapi Belum Juga Bikin Hamil, Raffi Ahmad Ungkap Alasannya Hingga Bocorkan Cerita Kocak Nyaris Kepergok Rafathar di Atas Ranjang: Udah deg-degan, Drop

Pelaku usaha, menurut dia, akan mendapat kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan peizinan berusaha dan penerapan perizinan berbasis risiko dan penerapan standar.

“Selain itu, adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah,” ungkap Airlangga.

GridPop.ID (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Plus Minus Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Sudah Disahkan