GridPop.ID - Zaman sekarang segala dipermudah dengan adanya internet.
Dengan internet, kita bisa mendapatkan berbagai hal dengan mudah da tanpa ribet, termasuk makanan.
Ya, dengan layanan online, kita bisa membeli makanan tanpa harus beranjak dari tempat duduk kita.
Namun, mungkin Anda harus berhati-hati dalam memesan makanan tersebut, bisa-bisa Anda mengalami seperti yang dialami oleh wanita di bawah ini.
Sempat viral, sebuah postingan di akun Facebook Kusuma Wardani, yang memposting makanan yang dipesannya dari layanan online.
Dalam postingannya, ia menyebutkan bahwa lauk usus sapi yang dibelinya dari rumah makan Padang, yang ia sebut sebagai RM Padang Jogja, masih berisi kotoran sapi.
Lalu, ketika dia mencoba menghubungi rumah makan tersebut, seperti dalam postingannya, penjualnya menyebut bahwa itu adalah bumbu.
Namun, di akun Facebook ini diposting bahwa si pembeli mengatakan itu bukan bumbu tapi kotoran sapi yang belum dibersihkan.
Si penjual menyebutkan bahwa ketika dibeli dari pasar memang sudah demikian adanya, yang berarti memang tidak dibersihkan lagi ketika sampai di rumah makan itu.
Harus diwaspadai tiga jenis cacing yang terdapat pada jeroan hewan berkaki empat karena dapat membahayakan kesehatan manusia.
“Ada tiga jenis cacing pada jeroan hewan tersebut, yaitu Haemonchus sp, Oesophagostomum sp, dan bunostomum."
"Cacing yang umumnya berkembang biak dalam organ pada hewan berkaki empat atau jeroan ini biasanya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, dan lambung," kata Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Pagar Alam, drh Syukri, seperti dilansir dari kompas.com.
Menurut dia, biasanya cacing tersebut tumbuh dan hidup dalam organ sapi atau kambing, seperti usus, hati, dan lambung, dengan berbentuk bulat berwarna merah.
"Masyarakat harus waspada terhadap cacing tersebut, terutama pemilik rumah makan dan hotel yang suka menyajikan menu organ dalam atau jeroan kaki empat, seperti sapi dan kambing," katanya.
Dia mengatakan, cacing-cacing jenis ini paling banyak terdapat di usus dan lambung, oleh warga biasa disebut dengan babat, tetapi yang paling susah dibersihkan di bagian lambung, di mana cacing banyak terdapat di daerah itu.
Karena bentuk babat yang berlipat-lihat dan berbulu seperti handuk membuat bagian tersebut sangat sulit dibersihkan sehingga banyak meninggalkan cacing jenis itu, ungkap Syukri.
Walaupun dimasak dengan suhu tinggi, katanya, cacing jenis ini tidak mati, bahkan apabila daging itu dimakan, cacing akan tumbuh dan berkembang biak dalam usus manusia.
"Keberadaan cacing ini akan mencerna semua sari makanan yang dikonsumsi seseorang serta memakan kandungan gizi dalam tubuh sehingga akan membuat kondisi tubuh pucat, kurang darah, dan mudah terkena penyakit."
"Cacing lambung ini berada di dalam lipatan lambung dan berukuran sangat kecil berbentuk bulat sehingga sulit dilihat," katanya.
Ada pula jenis cacing yang terdapat di usus dan organ hewan kaki empat.
Seperti sapi, yang sudah dipotong meskipun telah dicuci dengan bersih dan menggunakan air panas, tetapi masih belum steril.
Masih harus dilakukan penelitian apakah memang ada beberapa jenis cacing yang hidup di beberapa bagian hewan yang kita konsumsi, seperti di hati dan usus, sehingga membahayakan kesehatan dan harus diwaspadai.
Sementara, dikutip dari laman gapuspindo.org, bahwa beberapa jeroan seperti hati, babat, dan usus ada bahayanya juga.
Di dalam organ hati terkandung lebih banyak senyawa racun daripada organ tubuh lainnya, oleh karena itu apabila orang mengonsumsi hati harus mencucinya hingga sangat bersih dan merebusnya sampai benar-benar matang untuk memperkecil risiko racun yang ada di dalamnya.
Babat yang berasal dari lambung sapi ini asalnya memang memiliki warna hitam agak keabu-abuan.
Yang perlu diwaspadai adalah babat yang berwarna putih bersih.
Karena babat itu telah diproses bleaching atau pemutihan dengan memakai bahan kimia sintetis dan berdampak serius bagi kesehatan.
Sementara usus yang merupakan bagian organ dari ujung lambung hingga anus, mudah rusak dan terkontaminasi penyakit lain apabila tidak segera dibersihkan dari kotoran setelah binatang disembelih.
Usus hewan kaki empat yang lebih dari empat jam belum dibersihkan tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
Tidak hanya itu, jeroan hewan kaki empat (termasuk kaki dua) juga tinggi kolesterol dan lemak jenuh.
Meskipun kini dipercaya oleh umum bahwa kolesterol dan lemak jenuh dianggap penting dalam diet seimbang, namun konsumsi jeroan harus dalam jumlah yang sedang.
Seperti dilansir dari Medical News Today, USDA menyatakan bahwa lemak jenuh harus dibatasi hingga 10 persen atau kurang dari kalori individu.
Untuk orang dewasa yang perlu menurunkan kolesterol mereka, American Heart Association merekomendasikan bahwa lemak jenuh tidak boleh lebih dari 5 – 6 persen dari asupan kalori harian.
Mereka yang menderita gout juga harus menghindari makan jeroan, karena mengandung purin, molekul yang terkait dengan gout flare-up.
Lebih lanjut, bisa jadi ada kekhawatiran bahwa hewan tersebut telah terpapar racun dan pestisida yang memiliki toksisistas di jeroan mereka.
Maka penting untuk diingat bahwa walaupun jeroan, seperti hati dan ginjal, bertindak sebagai filter untuk racun yang masuk ke dalam tubuh, namun ini mengeluarkan racun dan tidak menyimpannya.
Juga sangat penting untuk mengetahui bagaimana hewan yang jeroannya dimakan itu dibesarkan sebelum disembelih.
Selain implikasi moral, jeroan yang diperoleh dari hewan yang stres dan teraniaya dapat menyebabkan semua jenis masalah.
Misalnya, timbunan lemak sering menumpuk, terutama di sekitar jantung dan ginjal.
Intinya, jika hewan itu menjalani kehidupan yang tidak sehat, maka jeroannya pun tidak akan sehat.
Direkomendasikan bahwa jeroan harus diambil dari peternakan yang menggunakan praktik organik dan mengeluarkan hewannya untuk penggembalaan.
GridPop.(*)
Source | : | intisari online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Septiana Risti Hapsari |
Komentar