Find Us On Social Media :

Blokir Internet di Papua karena Aksi Demo dan Kerusuhan, Presiden Jokowi Divonis Bersalah dan Melanggar Hukum, Istana: Kami Mengormati Putusan

By Septiana Risti Hapsari, Kamis, 4 Juni 2020 | 12:00 WIB

Jokowi

GridPop.ID - Presiden Jokowi divonis bersalah karena memblokir internet di Papua dan Papua Barat.

Tak sendiri, Jokowi digudat bersama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo).

Pemblokiran internet tersebut terjadi pada Agustus-September 2019, setelah aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan terjadi di sejumlah wilayah Bumi Cendrawasih.

"Menyatakan perbuatan tergugat I dan II adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat dan atau badan pemerintahan," kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan yang disiarkan di akun YouTube SAFEnet Voices, Rabu (3/6/2020).

Majelis hakim merinci perbuatan melanggar hukum yang dilakukan kedua tergugat.

Baca Juga: Ancaman Pembunuhan Gegara Diskusi Pemecatan Presiden, Refly Harun Blak-blakan Sebut Rezim Jokowi Mirip Orde Baru: Seharusnya Malu Hati dan Mundur

Pertama, tindakan throttling atau pelambatan akses atau bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT.

Kedua, pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Papua dan Papua Barat pada 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya 4 September 2019 pukul 23.00 WIT.

Ketiga, memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di empat kota/kabupaten di Provinsi Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya.

Kemudian, dua kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat, yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong, sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 20.00 WIT.

Baca Juga: Pemerintah Mantap Berlakukan New Normal hingga Jokowi Lakukan Sosialisasi Besar-besaran Sebelum Diterapkan, Begini Tanggapan MUI Soal Pembukan Tempat Ibadah!

Majelis hakim pun menghukum tergugat I dan II membayar biaya perkara sebesar Rp 457.000.

Pertimbangan hakim

Hakim menilai pembatasan akses internet menyalahi sejumlah ketentuan perundang-undangan, antara lain Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menurut hakim, jika ada konten yang melanggar hukum, maka pembatasan dilakukan terhadap konten tersebut dan bukan pada akses internet secara keseluruhan.

Sebab, pada dasarnya internet adalah netral, bisa digunakan untuk hal yang positif ataupun negatif.

"Pemaknaan pembatasan hak atas internet yang dirumuskan dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE hanya terhadap informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum dan tidak mencakup pemutusan akses jaringan internet," kata majelis hakim dalam putusannya.

Baca Juga: Berbanding Terbalik dengan Ashanty yang Dukung Putri Sambungnya, Krisdayanti Justru Tak Merestui Aurel Hermansyah untuk Menikah Muda sampai Berikan Pesan Menohok untuk Atta Halilintar

Majelis hakim juga menilai pembatasan akses internet membuat aktivitas hingga perekonomian warga banyak terganggu.

Digugat masyarakat sipil

Adapun penggugat dalam perkara ini adalah gabungan organisasi masyarakat sipil, yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), YLBHI, LBH Pers, ICJR, Elsam, Safenet, dan lain-lain.

Dalam gugatannya, mereka menuntut pemerintah tak mengulangi pemblokiran internet lagi di seluruh wilayah di Tanah Air.

Mereka juga menuntut Presiden Jokowi meminta maaf secara terbuka atas pemblokiran internet yang telah dilakukan.

Baca Juga: Dikenal Sabar, Sarwendah Akhirnya Ngamuk Lantaran Selalu Jadi Bahan Ramalan Mbah Mijan, Ruben Onsu Geram: Orang yang Diem Aja Bisa Marah, Berarti Lu Udah Keterlaluan!

Namun, dalam putusannya, majelis hakim hanya memvonis Presiden Jokowi dan Menkominfo bersalah, tanpa harus meminta maaf.

Kendati demikian, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur tetap menyambut baik putusan ini.

Ia mengucapkan selamat kepada masyarakat Papua atas dikabulkannya gugatan ini.

"Selamat kepada rakyat Papua, pejuang-pejuang hak asasi manusia, kepada para akademisi yang sudah pasang badan dan maju. Juga kepada PTUN yang sudah menjalankan kewajibannya dengan sangat baik. Mari kawal lebih lanjut jika ada banding," kata Isnur.

Isnur menilai putusan ini bisa menjadi dasar bagi pihak yang dirugikan akibat perlambatan atau pemblokiran internet di Papua untuk menuntut ganti rugi.

Baca Juga: Jangan Sekali-kali Beli Daging Ayam Bertanda Garis Putih, Dampaknya Sangat Buruk Buat Kesehatan Hingga Bisa Sebabkan Kematian!

Respons pemerintah

Pemerintah belum memutuskan apakah akan mengambil langkah banding atau menerima saja putusan PTUN tersebut. Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menyatakan, pihaknya menghormati putusan PTUN.

"Pemerintah menghormati putusan PTUN," kata Dini saat dihubungi, Rabu (3/6/2020).

Dini menyebut belum diputuskan apa langkah hukum selanjutnya. Hal itu akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa pengacara negara.

"Yang jelas masih ada waktu 14 hari sejak putusan PTUN untuk putusan tersebut berkekuatan hukum tetap," kata dia.

Baca Juga: Gegara Ogah Punya Anak Lagi, Pria Indonesia Beranak 1 Ini Nikahi Transgender Usai Pacaran 3 Tahun dan Cerai Dari Istri

Hal serupa disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate.

"Kami menghargai keputusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan jaksa pengacara negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," kata dia.

Johnny juga menegaskan bahwa keputusan pemblokiran internet ini diambil demi kebaikan masyarakat.

Sebab, saat itu masyarakat di Papua sedang panas akibat tindakan rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya.

Jika akses internet tetap dibuka, pemerintah khawatir penyebaran informasi hoaks justru bisa memperparah kerusuhan.

Baca Juga: Halu Kebangetan, Millen Cyrus Tiba-tiba Pamer Perut Buncit dan Ngaku Hamil 2 Bulan, Netizen Nyinyiri Kolom Komentar: Anak Nakal Hamil Diluar Nikah!

"Sebagaimana semua pemerintah, demikian hal Bapak Presiden Joko widodo dalam mengambil kebijakan tentu terutama untuk kepentingan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya rakyat Papua," kata Johnny.

Johnny juga mengaku sampai saat ini belum menemukan dokumen terkait keputusan pemerintah yang memblokir internet di Papua dan Papua Barat.

Saat pemblokiran itu dilakukan, Menkominfo masih dijabat oleh Rudiantara.

Bahkan, Johnny mengaku tidak menemukan informasi adanya rapat-rapat terdahulu di Kemenkominfo yang membahas soal pemblokiran itu.

Johnny justru berspekulasi bisa saja terjadi perusakan infrastruktur di Papua dan Papua Barat yang berdampak pada gangguan internet.

"Bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak gangguan internet di wilayah tersebut," kata dia.

Baca Juga: Ampuh Usir Bau Ketiak, 7 Makanan Ini Bantu Buat Aroma Tubuh Jadi Wangi dan Bikin Penampilan Jadi Lebih Percaya Diri

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Presiden RI Divonis Bersalah atas Pemblokiran Internet di Papua"