GridPop.ID - Pemerintah bakal melarang peredaran minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional dan tempat lainnya mulai 1 Januari 2022 mendatang.
Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi adanya lonjakan harga di komoditas minyak goreng.
Dilansir dari Tribun Bisnis, hal itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan.
"Minyak goreng curah ini kan bergantung pada Crude Palm Oil (CPO), ketika CPO naik maka minyak goreng curah juga langsung naik. Makanya pemerintah sudah mengantisipasi dengan tidak mengizinkannya minyak goreng curah diedarkan mulai dari 1 Januari 2022 nanti," ujarnya dalam diskusi Indef secara virtual, Rabu (24/11/2021).
Sementara untuk minyak goreng kemasan menurut Oke, karena bersifat bisa disimpan untuk jangka panjang, maka harganya relatif terkendali.
Memang diakui Oke, saat ini tingkat kebutuhan minyak goreng curah sangat tinggi.
Kemendag mencatat kebutuhan akan minyak goreng curah 5 juta liter dalam setahun.
Sementara jumlah produksinya mencapai 9,5 juta.
"Memang kalau kita gabungkan kebutuhan minyak goreng curah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri itu kita masih mengizinkan untuk diedarkan mendekati 67 persen," kata Oke.
Menurut Oke, hanya ada 2 negara yang sampai saat ini masih mengedarkan minyak goreng curah yaitu Bangladesh dan Indonesia.
"Sehingga nanti, ketika CPO naik itu tidak langsung berdampak pada harga karena nantinya minyak goreng kemasan harganya masih terkendali," ucap Oke.
Keputusan pemerintah melarang penjualan minyak goreng curah mulai 1 Januari 2022 ini pun memaksa warga harus beralih menggunakan minyak goreng kemasan.
Melansir dari Serambinews.com, Misna (45), seorang pedagang gorengan di wilayah Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, mengatakan peralihan ini memberatkan bagi warga pengguna minyak goreng curah, seperti dirinya.
"Sekarang baru mulai ganti pakai minyak goreng kemasan, sebelumnya pakai curah. Lebih berat karena sekarang harga minyak goreng kemasan mahal," kata Misna, Kamis (25/11/2021).
Harga minyak goreng kemasan di pasar saat ini berkisar Rp 23 ribu per liter, sementara harga minyak goreng curah berkisar Rp 20 ribu per kilogram sehingga terdapat selisih Rp 3 ribu.
Bagi pedagang kecil sepertinya, selisih harga ini dianggap besar karena dalam satu hari berdagang saja mereka membutuhkan lebih dari satu liter minyak untuk memasak.
"Semenjak pakai minyak goreng curah omzet turun 20 persen. Biasanya omzet sehari Rp 1 juta, sekarang paling tinggi dapat Rp 900 ribu. Belum harus setoran ke bos per hari," ujarnya.
Untuk menyiasati penurunan omzet akibat tingginya harga minyak goreng kemasan, Misna mengaku terpaksa mengurangi jumlah atau isinya dalam satu hari.
Cara ini dianggap paling tepat dibanding menaikkan harga jual, alasannya karena daya beli warga sekarang masih belum pulih total imbas pandemi Covid-19 sejak tahun 2020.
"Harapannya ya harga minyak goreng turun, enggak terus mahal seperti sekarang. Kan pemerintah yang melarang jual minyak goreng curah, harusnya harga turun," tuturnya.
Sony (45), pedagang minyak goreng curah di Pasar Cibubur, Kecamatan Ciracas juga mengeluhkan keputusan pemerintah melarang penjualan minyak goreng curah mulai tahun depan.
Sebab, kenaikan harga minyak goreng kemasan hingga kini belum menunjukkan tanda segera berakhir, sehingga banyak warga masih membeli minyak goreng curah.
"Semua pedagang yang beli ke pasar mengeluh harga minyak goreng mahal," kata Sony, pedagang minyak goreng curah di Pasar Cibubur itu.
"Pedagang gorengan yang pakai minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sama-sama mengeluh," sambungnya.
GridPop.ID (*)